Thursday, June 10, 2010

Kopi Luwak

gambar atas poduk kopi luwak dan kopi luwak asli.

Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari
sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biiji kopi ini diyakini memiliki
rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan
luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara telah lama
diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet
setelah publikasi pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang
termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram.
Kemasyhuran kopi ini diyakini karena mitos pada masa lalu, ketika
perkebunan kopi dibuka besar-besaran pada masa pemerintahan Hindia
Belanda sampai dekade 1950-an, di mana saat itu masih banyak terdapat
binatang luwak sejenis musang.

Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan
yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Luwak
akan memilih buah kopi yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan
setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit keras dan tidak tercerna
akan keluar bersama kotoran luwak. Biji kopi seperti ini, pada masa
lalu sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji
kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami dalam perut luwak.
Dan konon, rasa kopi luwak ini memang benar-benar berbeda dan spesial
di kalangan para penggemar dan penikmat kopi.
"Kopi Luwak" sekarang telah menjadi merek dagang dari sebuah
perusahaan kopi. Umumnya, kopi dengan merek ini dapat ditemui di
pertokoan atau kafe atau kedai seperti di Mall Atrium di daerah Senen,
atau Mall Ciputra, Grogol, Jakarta yang terdapat Cafe "Kopi Luwak".
Namun belum tentu racikan kopi yang dijual disana benar-benar berasal
dari luwak atau tepatnya "kotoran" luwak.
Trivia
Kopi Luwak yang diberikan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono kepada PM Australia, Kevin Rudd, pada kunjungannya ke
Australia di awal Maret 2010 menjadi perhatian pers Australia karena
menurut Jawatan Karantina Australia tidak melalui pemeriksaan terlebih
dahulu. Pers menjulukinya dung diplomacy.

No comments:

Post a Comment